Dalam Q.S. At-Taubah ayat 60, Allah telah menetapkan bahwa terdapat delapan golongan orang yang layak menerima. Kita akan memahami pengertian dari 8 golongan penerima zakat dari buah pemikiran Ulama Kontemporer Prof.Dr. Yusuf al-Qardhawi dan Prof. Wahbah Mustafa al-Zuhayli. Yuk kita simak bersama.
- Pertama,
Fakir. Golongan ini disebutkan dalam Qur’an yakni melalui kata
“lilfuqoro” yang bermakna orang-orang fakir. Mayoritas ulama
memang berbeda pendapat mengenai golongan yang pertama ini. Yusuf
al-Qardhawiberpendapat bahwa fakir yaitu orang yang dalam kebutuhan
tapi dapat menjaga diri tidak minta-minta. Sedangkan Wahbah Mustafa
juga menyebutkan bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki harta
dan pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhannya dan pendapatnya ini
disandarkan pada pendapat ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Dengan
demikian pengertian fakir
adalah golongan yang memerlukan bantuan.
Zakat diserahkan kepada orang fakir guna menyambung kehidupannya
secara normal. orang fakir memanglah mereka yang sebenarnya terimpit
kebutuhan akan tetapi tidak dapat memenuhi segala kebutuhannya itu
karena ia sendiri dalam keadaan tidak memiliki harta sama sekali.
- Kedua,
Miskin adalah orang yang mampu untuk bekerja untuk menutupi
kebutuhannya, namun belum mencukupi, seperti orang yang membutuhkan
sepuluh dan dia hanya mempunyai delapan, sehingga tidak mencukupi
kebutuhan sandang, pangan, dan papannya. Dalam hal ini orang miskin
berpotensi rendah atau bahkan tidak memiliki potensi dalam diri,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup dasarnya saja mereka
kesulitan. sebab orang miskin memang memiliki kebutuhan dan juga
memiliki suatu hal bisa dalam bentuk harta atau pekerjaan sehingga
bisa memenuhi kebutuhannya walaupun tidak sepenuhnya tertutupi.
Namun tetap saja jika dianalisis bahwa
orang miskin tetap berada pada garis kekurangan sehingga sangat
tepat diberi harta zakat.
- Ketiga,
Amil. Pelaksanaan zakat biasanya diserahkan kepada amil zakat,
sehingga praktik zakat berjalan dengan baik sesuai tuntunan syari’at
Islam. Menurut Yusuf al-Qardhawiyang dimaksudkan dengan amil zakat
yaitu mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai
dari para pengumpul, sampai kepada bendahara dan para penjaganya.
Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat
keluar masuk zakat, dan membagi kepada para mustahiknya. Sedangkan
menurut Wahbah Mustafa bahwa panitia zakat adalah orang-orang yang
bekerja menghimpun zakat. Amil zakat bisa disebut juga sebagai
“pihak yang diangkat oleh penguasa atau badan perkumpulan untuk
mengelola zakat”. Jadi tugas
dan tanggung jawab amil zakat memang sangatlah besar karena memikul
amanah untuk ditasyarufkan kepada mereka yang berhak menerima.
- Keempat,
Mualaf. Menurut Yusuf al-Qardhawi yang dimaksud dengan golongan
mualaf antara
lain adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau
keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam,
atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin. Pemberian
zakat kepada para mualaf adalah untuk memantapkan hatinya dan
meneguhkan keimanannya, untuk percaya bahwa ia telah menjadi bagian
dari Islam dan bahwa Islam adalah agama yang indah, yang akan selalu
menolong satu sama lain.
- Kelima, Riqab
atau Hamba Sahaya.
Menurut Yusuf al-Qardhawi riqab adalah bentuk jamak dari raqabah.
Istilah ini dalam al-Qur’an artinya budak belian laki-laki (abid)
dan budak belian perempuan (amah). Istilah ini diterangkan dalam
kaitannya dengan pembebasan atau pelepasan, seolah-olah al-Qur’an
memberikan isyarah dengan kata kiasan ini maksudnya bahwa perbudakan
bagi manusia tidak ada bedanya seperti belenggu yang mengikatnya.
Dengan harapan mereka bisa merdeka sebagaimana manusia pada umumnya.
- Kelima,
Gharim. Menurut Yusuf al-Qardhawi Gharimun
merupakan bentuk jamak dari gharim (dengan ghain panjang), artinya
orang yang mempunyai utang.
Sedangkan ghariim (dengan ra panjang) adalah orang yang berutang,
kadangkala pula dipergunakan untuk orang yang mempunyai piutang.36
Sedangkan menurut Wahbah Mustafa mereka adalah orang-orang yang
mempunyai banyak utang. Harta zakat baru akan diberikan kepada orang
yang memiliki utang untuk hidup dirinya sendiri maupun untuk
kemaslahatan orang lain.
- Keenam,
Fi Sabilillah. Menurut Yusuf al-Qardhawi yang didasarkan pada
pendapat ulama terdahulu bahwa sabilillah mutlak diartikan sebagai
bentuk jihad. Yusuf al-Qardhawi juga
memiliki pemikiran tentang meluaskan makna fi
sabilillah yakni tidak hanya mutlak diartikan berperang saja. Tetapi
juga bisa diartikan sebagai segala perbuatan baik untuk
kemaslahatan. Dalam hal ini mungkin akan bertolak belakang dengan
makna fi sabilillah secara bahasa yaitu jihad atau di jalan Allah.
Namun hal itu juga merupakan salah satu upaya untuk mengalokasikan
dana zakat agar tetap mengisi semua sudut kehidupan dan agama. Dalam
konteks era ini jihad bisa menggunakan lisan dan pena, senada dengan
pendapat Yusuf
al-Qardhawi kendati tidak sama
dengan jihad dalam arti tekstual (perang).
Akan tetapi, dengan menggunakan qiyas, hukum jihad (perang) dan
Jihad (non-perang) bisa disamakan dengan illat yang sama yakni
Nusrotul Islam (memperjuangkan/membela agama Allah SWT).
- Kedelapan,
Ibnu sabil. Asnaf zakat yang terakhir yaitu ibnu sabil. Menurut
Yusuf al-Qardhawi As-sabil
artinya al-thariq/jalan. Ibnu sabil juga dimaknai sebagai mereka
yang berjalan dari satu daerah ke daerah lain. Dikatakan untuk orang
yang berjalan diatasnya (ibnu sabil) karena tetapnya di jalan itu.
Jalan yang tetap itu tentu memiliki makna tersendiri, seperti
perjalanan seseorang demi memperjuangkan agamanya. Sedangkan menurut
Wahbah Mustafa orang
yang sedang melakukan perjalanan adalah orang-orang yang bepergian
(musafir) untuk melaksanakan suatu hal yang baik (tha’ah) tidak
termasuk maksiat. Kedua pendapat tokoh ini seakan memiliki
kesinambungan. Bahwa ibnu sabil atau orang
yang sedang dalam perjalanan memang selayaknya mendapatkan bagian
dari zakat. Akan tetapi satu keistimewaan
dari pendapat Wahbah
Mustafa yaitu mencantumkan bahwa ibnu
sabil akan diberi harta zakat manakala perjalanan yang dilakukan
merupakan suatu hal yang baik dan tidak termasuk kemaksiatan.
Sahabat Baik,
telah membaca dan memahami 8 golongan yang memiliki hak untuk
menerima zakat. Semua golongan memiliki urgensi masing-masing
terhadap zakat.
Tentu 8 golongan tersebut tentu
akan menyesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga pendistribusi
zakat dapat tersampaikan kepada pihak yang tepat dan benar-benar
membutuhkan. Adanya lembaga zakat adalah berkewajiban untuk meluaskan
manfaat zakat agar dapat digunakan dengan tepat dan dapat membantu 8
asnaf tersebut untuk berkembang dan kehidupannya menjadi lebih baik
dan sejahtera dan kedepannya para penerima (mustahiq) dapat menjadi
Muzakki membantu saudara yang lainnya.
Zakat adalah Kewajiban setiap
umat islam yang sudah mencapai haul dan nisabnya dan Zakat
mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan bahwa
ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan persoalan
ketimpangan dan distribusi pendapatan yang tidak merata di
masyarakat. Jadi jangan lupa tunaikan Zakat yah, Sahabat Baik.