• Jl. Cijagra No.21, Cijagra, Kec. Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat, Bandung 4826

Mengenal dan memahami 8 Asnaf Zakat Menurut Pemikiran Ulama Kontemporer Prof. Dr. Yusuf al-Qardhawi dan Prof. Wahbah Mustafa al-Zuhayli

Dalam Q.S. At-Taubah ayat 60, Allah telah menetapkan bahwa terdapat delapan golongan orang yang layak menerima. Kita akan memahami pengertian dari 8 golongan penerima zakat dari buah pemikiran Ulama Kontemporer Prof.Dr. Yusuf al-Qardhawi dan Prof. Wahbah Mustafa al-Zuhayli. Yuk kita simak bersama.

  1. Pertama, Fakir. Golongan ini disebutkan dalam Qur’an yakni melalui kata “lilfuqoro” yang bermakna orang-orang fakir. Mayoritas ulama memang berbeda pendapat mengenai golongan yang pertama ini. Yusuf al-Qardhawiberpendapat bahwa fakir yaitu orang yang dalam kebutuhan tapi dapat menjaga diri tidak minta-minta. Sedangkan Wahbah Mustafa juga menyebutkan bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhannya dan pendapatnya ini disandarkan pada pendapat ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Dengan demikian pengertian fakir adalah golongan yang memerlukan bantuan. Zakat diserahkan kepada orang fakir guna menyambung kehidupannya secara normal. orang fakir memanglah mereka yang sebenarnya terimpit kebutuhan akan tetapi tidak dapat memenuhi segala kebutuhannya itu karena ia sendiri dalam keadaan tidak memiliki harta sama sekali.
  2. Kedua, Miskin adalah orang yang mampu untuk bekerja untuk menutupi kebutuhannya, namun belum mencukupi, seperti orang yang membutuhkan sepuluh dan dia hanya mempunyai delapan, sehingga tidak mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya. Dalam hal ini orang miskin berpotensi rendah atau bahkan tidak memiliki potensi dalam diri, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup dasarnya saja mereka kesulitan. sebab orang miskin memang memiliki kebutuhan dan juga memiliki suatu hal bisa dalam bentuk harta atau pekerjaan sehingga bisa memenuhi kebutuhannya walaupun tidak sepenuhnya tertutupi. Namun tetap saja jika dianalisis bahwa orang miskin tetap berada pada garis kekurangan sehingga sangat tepat diberi harta zakat.
  3. Ketiga, Amil. Pelaksanaan zakat biasanya diserahkan kepada amil zakat, sehingga praktik zakat berjalan dengan baik sesuai tuntunan syari’at Islam. Menurut Yusuf al-Qardhawiyang dimaksudkan dengan amil zakat yaitu mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul, sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi kepada para mustahiknya. Sedangkan menurut Wahbah Mustafa bahwa panitia zakat adalah orang-orang yang bekerja menghimpun zakat. Amil zakat bisa disebut juga sebagai “pihak yang diangkat oleh penguasa atau badan perkumpulan untuk mengelola zakat”. Jadi tugas dan tanggung jawab amil zakat memang sangatlah besar karena memikul amanah untuk ditasyarufkan kepada mereka yang berhak menerima.
  4. Keempat, Mualaf. Menurut Yusuf al-Qardhawi yang dimaksud dengan golongan mualaf antara lain adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin. Pemberian zakat kepada para mualaf adalah untuk memantapkan hatinya dan meneguhkan keimanannya, untuk percaya bahwa ia telah menjadi bagian dari Islam dan bahwa Islam adalah agama yang indah, yang akan selalu menolong satu sama lain.
  5. Kelima, Riqab atau Hamba Sahaya. Menurut Yusuf al-Qardhawi riqab adalah bentuk jamak dari raqabah. Istilah ini dalam al-Qur’an artinya budak belian laki-laki (abid) dan budak belian perempuan (amah). Istilah ini diterangkan dalam kaitannya dengan pembebasan atau pelepasan, seolah-olah al-Qur’an memberikan isyarah dengan kata kiasan ini maksudnya bahwa perbudakan bagi manusia tidak ada bedanya seperti belenggu yang mengikatnya. Dengan harapan mereka bisa merdeka sebagaimana manusia pada umumnya.
  6. Kelima, Gharim. Menurut Yusuf al-Qardhawi Gharimun merupakan bentuk jamak dari gharim (dengan ghain panjang), artinya orang yang mempunyai utang. Sedangkan ghariim (dengan ra panjang) adalah orang yang berutang, kadangkala pula dipergunakan untuk orang yang mempunyai piutang.36 Sedangkan menurut Wahbah Mustafa mereka adalah orang-orang yang mempunyai banyak utang. Harta zakat baru akan diberikan kepada orang yang memiliki utang untuk hidup dirinya sendiri maupun untuk kemaslahatan orang lain.
  7. Keenam, Fi Sabilillah. Menurut Yusuf al-Qardhawi yang didasarkan pada pendapat ulama terdahulu bahwa sabilillah mutlak diartikan sebagai bentuk jihad. Yusuf al-Qardhawi juga memiliki pemikiran tentang meluaskan makna fi sabilillah yakni tidak hanya mutlak diartikan berperang saja. Tetapi juga bisa diartikan sebagai segala perbuatan baik untuk kemaslahatan. Dalam hal ini mungkin akan bertolak belakang dengan makna fi sabilillah secara bahasa yaitu jihad atau di jalan Allah. Namun hal itu juga merupakan salah satu upaya untuk mengalokasikan dana zakat agar tetap mengisi semua sudut kehidupan dan agama. Dalam konteks era ini jihad bisa menggunakan lisan dan pena, senada dengan pendapat Yusuf al-Qardhawi kendati tidak sama dengan jihad dalam arti tekstual (perang). Akan tetapi, dengan menggunakan qiyas, hukum jihad (perang) dan Jihad (non-perang) bisa disamakan dengan illat yang sama yakni Nusrotul Islam (memperjuangkan/membela agama Allah SWT).
  8. Kedelapan, Ibnu sabil. Asnaf zakat yang terakhir yaitu ibnu sabil. Menurut Yusuf al-Qardhawi As-sabil artinya al-thariq/jalan. Ibnu sabil juga dimaknai sebagai mereka yang berjalan dari satu daerah ke daerah lain. Dikatakan untuk orang yang berjalan diatasnya (ibnu sabil) karena tetapnya di jalan itu. Jalan yang tetap itu tentu memiliki makna tersendiri, seperti perjalanan seseorang demi memperjuangkan agamanya. Sedangkan menurut Wahbah Mustafa orang yang sedang melakukan perjalanan adalah orang-orang yang bepergian (musafir) untuk melaksanakan suatu hal yang baik (tha’ah) tidak termasuk maksiat. Kedua pendapat tokoh ini seakan memiliki kesinambungan. Bahwa ibnu sabil atau orang yang sedang dalam perjalanan memang selayaknya mendapatkan bagian dari zakat. Akan tetapi satu keistimewaan dari pendapat Wahbah Mustafa yaitu mencantumkan bahwa ibnu sabil akan diberi harta zakat manakala perjalanan yang dilakukan merupakan suatu hal yang baik dan tidak termasuk kemaksiatan.

Sahabat Baik, telah membaca dan memahami 8 golongan yang memiliki hak untuk menerima zakat. Semua golongan memiliki urgensi masing-masing terhadap zakat.

Tentu 8 golongan tersebut tentu akan menyesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga pendistribusi zakat dapat tersampaikan kepada pihak yang tepat dan benar-benar membutuhkan. Adanya lembaga zakat adalah berkewajiban untuk meluaskan manfaat zakat agar dapat digunakan dengan tepat dan dapat membantu 8 asnaf tersebut untuk berkembang dan kehidupannya menjadi lebih baik dan sejahtera dan kedepannya para penerima (mustahiq) dapat menjadi Muzakki membantu saudara yang lainnya.

Zakat adalah Kewajiban setiap umat islam yang sudah mencapai haul dan nisabnya dan Zakat mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan persoalan ketimpangan dan distribusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat. Jadi jangan lupa tunaikan Zakat yah, Sahabat Baik.

Zakat Infaq Shodaqoh

Graha Dhuafa Indonesia senantiasa berkomitmen untuk terus ambil peran dalam menjaga generasi pelanjut.